Pages

Jumat, 08 Januari 2016

Kontribusi pemuda dalam pengokohan jati diri bangsa untuk menuju indonesia emas 2015


         Berbicara tentang pemuda, maka banyak sisi yang bisa kita lihat. Kata pemuda menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah orang muda laki-laki; remaja; teruna. Persepsi tentang pemuda sendiri di masyarakat sangat erat kaitannya dengan masa remaja, meskipun praktis saya tidak selamanya rentang usia remaja saja yang bisa mendapat sebutan pemuda. Remaja dikatakan suatu masa / fase pertumbuhan dan perkembangan manusia dimana  sisi kanak-kanak mengalami transformasi ke arah dewasa.  Biasanya rentang usia antara 15-25 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. 
Wajar saja jika pemuda dikatakan sebagai cerminan dan ujung tombak dari eksistensi suatu negara. Kuncinya seorang manusia akan memaksimalkan produktivitas dan karyanya di masa hidupnya tak lain dan tak bukan ketika dia memiliki tenaga, waktu dan kesempatan yang banyak. Dan di masa-masa itulah seseorang dikatakan pemuda.
Ditilik dari sensus penduduk mulai abad 20an, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kapasitas penduduk yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Tingkat natalitas per tahun lebih optimal dibandingkan dengan tingkat mortalitas penduduk. Dan diprediksi di abad 21 kelak, banyak dari manusia-manusia Indonesia akan menguasai sebagian besar wilayah di dunia, khususnya yang berusia muda.
Hal ini tentunya menjadi suatu lahan kesempatan yang besar untuk negara Indonesia itu sendiri. Dan sejalan dengan akan mulai dicanangkannya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di akhir tahun 2015, sudah sepatutnya menjadi pemantik untuk pemuda berkarya dan berkontribusi seutuhnya menuju Indonesia yang berdikari, Indonesia emas 2015. Banyak sektor yang dapat dijajaki oleh pemuda baik itu sektor pendidikan, sektor ekonomi, sektor politik, sektor sosial budaya maupun sektor kesehatan lingkungan.
Pemuda berhak menentukan dan memilih sendiri di sektor mana dia akan terjun dan  mengabdi sepenuhnya tanpa melupakan identitasnya dan identitas bangsa negaranya. Hal inilah yang sejatinya menjadi perhatian dan tanggung jawab semua kalangan di Indonesia. Pendidikan dan lingkungan merupakan aspek utama dalam membentuk seorang pemuda yang menjadi tumpuan bangsa. Tak akan lepas peran dari orang tua dalam lingkup keluarga membentuk kepribadian dan pola pikir seorang anak sejak dini. Kemudian peran dari lingkungan sekolah, dimana anak-anak sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu pengetahan dan pengalaman. Dan lingkungan masyarakat, kondisi lingkungan dimana seorang anak mendapatkan pengetahuan dan pengalamannya, bergaul dengan teman maupun orang dewasa dan pada saatnya nanti anak tersebut akan terjun kembali ke masyarakat menjadikannya wahana untuk mengabdi, berkarya dan berkontribusi.
Prinsip dari membentuk dan mengokohkan jati diri seorang pemuda harus disadari dan dimulai sejak anak berusia dini. Hal tersebut layaknya perputaran roda, lingkaran kehidupan yang tak bisa diputuskan begitu saja mengandung sifat yang turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi. Maka di sini sosok orang dewasa berperan sangat dominan. Ketika pemuda yang tangguh dan kokoh terbentuk, tak ada keraguan lagi menyongsong Indonesia emas 2015.
Indonesia sejak jaman Kerajaan Sriwijaya sudah santer namanya menjadi bangsa maritim yang ramah dan sangat mejunjung adat ketimuran. Kemudian di masa penjajahan baik itu mulai dari bangsa Portugis, Belanda hingga Jepang. Peran pemuda lah yang sangat dominan melakukan pergerakan hingga mencapai hasil karya yag gemilang, yaitu  bersatunya Indonesia dalam bingkai kemerdekaan. Dalam setiap sejarah perjalanan dan terbentuknya Indonesia tak akan lepas dari sosok seorang pemuda. Dan banyak keteladanan dari semangat dan jati diri pemuda pada masanya itu yang dapat dijadikan pembelajaran untuk pemuda masa kini dalam menyongsong MEA 2015. Patutnya pemuda berkaca dari guru-guru terbaik terdahulu dan tetap memegang teguh jati diri bangsa Indonesia. Maka tak akan mustahil Indonesia dapat berperan aktif bahkan menguasai MEA 2015 dengan pemuda sebagai ujung tombakya.
Pemuda Indonesia harus memiliki jati diri serta menunjukkan eksistensinya di mata dunia dengan menorehkan berbagai prestasi dalam kompetisi lokal maupun global. Di tingkat lokal, universitas misalnya pemuda terus dididik agar dapat berprestasi dan mengharumkan nama bangsa baik dalam bidang akademis maupun nonakademis. Banyak tawaran menggiurkan bagi mereka yang memiliki potensi luar biasa seperti beasiswa keluar negeri. Sehingga saat mereka kembali ke Indonesia, mereka dapat menularkan apa yang mereka peroleh untuk kemajuan bangsa.
Adapun dalam bidang kebudayaan, globalisasi membawa dampak positif maupun negatif. Dampak postifnya yaitu berkembangnya informasi dan telekomunikasi dalam skala global sangat mudah diakses tiap individu. Dampak negatifnya berupa pergeseran nilai-nilai budaya Indonesia yang kian hari kian terkikis oleh arus globalisasi maupun modernisasi. Bangsa Indonesia seolah mengalami krisis jati diri, melupakan warisan leluhur yang telah mendarah daging sejak jaman sebelum Proklamasi seperti semangat kekeluargaan, gotong royong, tenggang rasa, musyawarah mufakat, dsb.
Sebelum modernisasi tersebut mencapai titik klimaks, seyogyanya pemuda Indonesia bahu-membahu membulatkan tekad untuk terus melestarikan budaya sendiri. Pemuda perlu dibekali filter dan mental yang kuat agar tidak melupakan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia dengan beragam budaya dan adat-istiadat yang ada didalamnya.
Sedangkan pemuda, dalam kerangka usia, WHO menggolongkan usia 10 – 24 tahun sebagai young people, sedangkan remaja atau adolescence dalam golongan usia 10 -19 tahun. Pemuda identik dengan sebagai sosok individu yang berusia produktif dan mempunyai karakter khas yang spesifik yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dsb. Kelemahan mecolok dari seorang pemuda adalah kontrol diri dalam artian mudah emosional, sedangkan kelebihan pemuda yang paling menonjol adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri. Dalam banyak konsepsi budaya, pemuda dan kepemudaan adalah sebuah konsep dan siklus krusial dalam busur kehidupan. Sebuah konsepsi yang memuat tidak saja periode paling kritis pencarian jatidiri tetapi juga fase paling aktif peziarahan budaya. Tentu saja muda di sini tidak terbatas persoalan usia (sebuah salah paham umum yang masih sering ditemui) . Meski banyak disalahartikan sebagai penanda terpenting kemudaan, melekatnya usia pada kepemudaan sesungguhnya lebih sering sebagai ‘kategori sisa’. Sebuah kategori yang muncul sebagai konsekuensi bukan penyebab yang tidak lain merupakan pengertian umum kemudaan sebagai periode transisi dari kekanakan menuju kedewasaan. (Joko Susanto, 2008)
Dari definisi tersebut kepemudaan tidak tergantung dari umur, jadi ini membuka peluang bagi siapa saja untuk mengambil peran dalam globalisasi. Hal yang ingin dijawab di paper ini adalah bagaimana peluang sukses globalisasi di bidang pendidikan, ekonomi dan budaya.
Nasib suatu bangsa ada ditangan pemudanya, proses kemerdekaan negara ini juga tak lepas dari pemudanya. Siapa yang akan memikul negara ini jika bukan pemudanya. Konteks pemuda disini sebagai lokomotif pembangunan bangsa. Suatu kereta berjalan karena lokomotifnya. Apabila macet, maka kereta juga akan macet. Apabila lokomotif berjalan lancar, maka kereta akan lancar juga. Begitu pula suatu negara, negara akan berkembang baik, jika para pemudanya mampu membawa perubahan positif bagi negaranya. Dalam era globalisasi banyak manfaat yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan negara.


0 komentar:

Posting Komentar