Berbicara tentang
pemuda, maka banyak sisi yang bisa kita lihat. Kata pemuda menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah orang muda
laki-laki; remaja; teruna. Persepsi tentang pemuda sendiri di masyarakat sangat
erat kaitannya dengan masa remaja, meskipun praktis saya tidak selamanya rentang
usia remaja saja yang bisa mendapat sebutan pemuda. Remaja dikatakan suatu masa
/ fase pertumbuhan dan perkembangan manusia dimana sisi kanak-kanak mengalami transformasi ke
arah dewasa. Biasanya rentang usia
antara 15-25 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Wajar saja jika pemuda
dikatakan sebagai cerminan dan ujung tombak dari eksistensi suatu negara.
Kuncinya seorang manusia akan memaksimalkan produktivitas dan karyanya di masa
hidupnya tak lain dan tak bukan ketika dia memiliki tenaga, waktu dan
kesempatan yang banyak. Dan di masa-masa itulah seseorang dikatakan pemuda.
Ditilik dari
sensus penduduk mulai abad 20an, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki kapasitas penduduk yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain
di dunia. Tingkat natalitas per tahun lebih optimal dibandingkan dengan tingkat
mortalitas penduduk. Dan diprediksi di abad 21 kelak, banyak dari
manusia-manusia Indonesia akan menguasai sebagian besar wilayah di dunia, khususnya
yang berusia muda.
Hal ini tentunya
menjadi suatu lahan kesempatan yang besar untuk negara Indonesia itu sendiri. Dan
sejalan dengan akan mulai dicanangkannya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di
akhir tahun 2015, sudah sepatutnya menjadi pemantik untuk pemuda berkarya dan
berkontribusi seutuhnya menuju Indonesia yang berdikari, Indonesia emas 2015.
Banyak sektor yang dapat dijajaki oleh pemuda baik itu sektor pendidikan, sektor
ekonomi, sektor politik, sektor sosial budaya maupun sektor kesehatan
lingkungan.
Pemuda berhak
menentukan dan memilih sendiri di sektor mana dia akan terjun dan mengabdi sepenuhnya tanpa melupakan
identitasnya dan identitas bangsa negaranya. Hal inilah yang sejatinya menjadi
perhatian dan tanggung jawab semua kalangan di Indonesia. Pendidikan dan lingkungan
merupakan aspek utama dalam membentuk seorang pemuda yang menjadi tumpuan
bangsa. Tak akan lepas peran dari orang tua dalam lingkup keluarga membentuk
kepribadian dan pola pikir seorang anak sejak dini. Kemudian peran dari lingkungan
sekolah, dimana anak-anak sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari
ilmu pengetahan dan pengalaman. Dan lingkungan masyarakat, kondisi lingkungan
dimana seorang anak mendapatkan pengetahuan dan pengalamannya, bergaul dengan
teman maupun orang dewasa dan pada saatnya nanti anak tersebut akan terjun
kembali ke masyarakat menjadikannya wahana untuk mengabdi, berkarya dan
berkontribusi.
Prinsip dari
membentuk dan mengokohkan jati diri seorang pemuda harus disadari dan dimulai
sejak anak berusia dini. Hal tersebut layaknya perputaran roda, lingkaran
kehidupan yang tak bisa diputuskan begitu saja mengandung sifat yang turun
temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi. Maka di sini sosok orang
dewasa berperan sangat dominan. Ketika pemuda yang tangguh dan kokoh terbentuk,
tak ada keraguan lagi menyongsong Indonesia emas 2015.
Indonesia sejak
jaman Kerajaan Sriwijaya sudah santer namanya menjadi bangsa maritim yang ramah
dan sangat mejunjung adat ketimuran. Kemudian di masa penjajahan baik itu mulai
dari bangsa Portugis, Belanda hingga Jepang. Peran pemuda lah yang sangat
dominan melakukan pergerakan hingga mencapai hasil karya yag gemilang, yaitu bersatunya Indonesia dalam bingkai
kemerdekaan. Dalam setiap sejarah perjalanan dan terbentuknya Indonesia tak
akan lepas dari sosok seorang pemuda. Dan banyak keteladanan dari semangat dan
jati diri pemuda pada masanya itu yang dapat dijadikan pembelajaran untuk
pemuda masa kini dalam menyongsong MEA 2015. Patutnya pemuda berkaca dari guru-guru
terbaik terdahulu dan tetap memegang teguh jati diri bangsa Indonesia. Maka tak
akan mustahil Indonesia dapat berperan aktif bahkan menguasai MEA 2015 dengan
pemuda sebagai ujung tombakya.
Pemuda Indonesia
harus memiliki jati diri serta menunjukkan eksistensinya di mata dunia dengan
menorehkan berbagai prestasi dalam kompetisi lokal maupun global. Di tingkat
lokal, universitas misalnya pemuda terus dididik agar dapat berprestasi dan
mengharumkan nama bangsa baik dalam bidang akademis maupun nonakademis. Banyak
tawaran menggiurkan bagi mereka yang memiliki potensi luar biasa seperti
beasiswa keluar negeri. Sehingga saat mereka kembali ke Indonesia, mereka dapat
menularkan apa yang mereka peroleh untuk kemajuan bangsa.
Adapun dalam
bidang kebudayaan, globalisasi membawa dampak positif maupun negatif. Dampak
postifnya yaitu berkembangnya informasi dan telekomunikasi dalam skala global
sangat mudah diakses tiap individu. Dampak negatifnya berupa pergeseran
nilai-nilai budaya Indonesia yang kian hari kian terkikis oleh arus globalisasi
maupun modernisasi. Bangsa Indonesia seolah mengalami krisis jati diri,
melupakan warisan leluhur yang telah mendarah daging sejak jaman sebelum
Proklamasi seperti semangat kekeluargaan, gotong royong, tenggang rasa,
musyawarah mufakat, dsb.
Sebelum
modernisasi tersebut mencapai titik klimaks, seyogyanya pemuda Indonesia
bahu-membahu membulatkan tekad untuk terus melestarikan budaya sendiri. Pemuda
perlu dibekali filter dan mental yang kuat agar tidak melupakan jati dirinya
sebagai bangsa Indonesia dengan beragam budaya dan adat-istiadat yang ada
didalamnya.
Sedangkan pemuda, dalam kerangka usia, WHO menggolongkan usia 10 – 24 tahun
sebagai young people, sedangkan remaja atau adolescence dalam golongan usia 10
-19 tahun. Pemuda identik dengan
sebagai sosok individu yang berusia produktif dan mempunyai karakter khas yang
spesifik yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dsb.
Kelemahan mecolok dari seorang pemuda adalah kontrol diri dalam artian mudah
emosional, sedangkan kelebihan pemuda yang paling menonjol adalah mau
menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural dengan
menjadi pelopor perubahan itu sendiri. Dalam banyak konsepsi budaya,
pemuda dan kepemudaan
adalah sebuah konsep dan siklus krusial dalam busur kehidupan. Sebuah konsepsi
yang memuat tidak saja periode paling kritis pencarian jatidiri tetapi juga
fase paling aktif peziarahan budaya. Tentu saja muda di sini tidak terbatas
persoalan usia (sebuah
salah paham umum yang masih sering ditemui) . Meski banyak disalahartikan
sebagai penanda terpenting kemudaan, melekatnya usia pada kepemudaan sesungguhnya lebih sering
sebagai ‘kategori sisa’. Sebuah kategori yang muncul sebagai konsekuensi bukan
penyebab yang tidak lain
merupakan pengertian umum kemudaan sebagai periode transisi
dari kekanakan menuju kedewasaan. (Joko Susanto, 2008)
Dari definisi
tersebut kepemudaan tidak tergantung dari umur, jadi ini membuka peluang bagi
siapa saja untuk mengambil peran dalam globalisasi. Hal yang ingin dijawab di
paper ini adalah bagaimana peluang sukses globalisasi di bidang pendidikan,
ekonomi dan budaya.
Nasib suatu
bangsa ada ditangan pemudanya, proses kemerdekaan negara ini juga tak lepas
dari pemudanya. Siapa yang akan memikul negara ini jika bukan pemudanya. Konteks pemuda disini sebagai lokomotif
pembangunan bangsa. Suatu kereta berjalan karena lokomotifnya. Apabila macet,
maka kereta juga akan macet. Apabila lokomotif berjalan lancar, maka kereta
akan lancar juga. Begitu pula suatu negara, negara akan berkembang baik, jika
para pemudanya mampu membawa perubahan positif bagi negaranya. Dalam era
globalisasi banyak manfaat yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan negara.
0 komentar:
Posting Komentar