Pages

Kamis, 14 Januari 2016

Analisis Dimensi Sosiologis Metode Pembelajaran Role Play



Apabila ditinjau secara istilah, metode bermain peran (role play) adalah bentuk metode mengajar dengan mendramakan/ memerankan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, yang lebih menekankan pada kenyataan-kenyataan di mana para murid diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial.
Metode ini kadang-kadang disebut dengan dramatisasi. Dalam metode ini anak diberi kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya dalam memerankan seorang tokoh atau benda-benda tertentu dengan mendapat ulasan dari guru agar mereka menghayati sifat-sifat dari tokoh atau benda tersebut. Dalam bermain peran, anak diberi kebebasan untuk menggunakan benda-benda sekitarnya dan mengkhayalkannya jika benda tersebut diperlukan dalam memerankan tokoh yang dibawakan. Contoh kegiatan ini misalnya anak memerankan bagaimana Bapak Tani mencangkul sawahnya, bagaimana kupu-kupu yang menghisap madu bunga, bagaimana gerakan pohon yang ditiup angin, dan sebagainya (Zuhairini, dkk., 1983: 101-102). Dalam role play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Pendapat dari Basri Syamsu Selain itu role play sering kali dimaksudkan sebagai bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Masnur Muslich, 2009: 246-247).
            Metode role play  ini sesuai dengan teori tindakan yang menyatakan bahwa kita memutuskan apa yang kita lakukan sesuai dengan tujuan dan interpretasi terhadap situasi dan kondisi lingkungan kita (Pip Jones, 2010: 24). Adapun beberapa alasan penggunaan metode role play sebagai berikut: 1) memperjelas gambaran suatu peristiwa dari pelajaran yang diberikan, yang di dalamnya menyangkut orang banyak dan atas pertimbangan didaktis lebih baik didramatisasikan dari pada hanya diceritakan saja, 2) melatih anak-anak agar mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial mereka di kelak kemudian hari, 3) melatih anak-anak agar mudah bergaul, mempunyai timbang rasa serta kemungkinan pemahaman terhadap orang lain dengan berbagai permasalahannya. Sedangkan tujuannya tak lain adalah: 1) agar anak didik dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, 2) anak didik dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab serta mengerti bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, dan 3) diharapkan dapat merangsang iklim pembelajaran dalam kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Salah satu kelebihan atau keunggulan metode bermain peran yaitu mampu menarik perhatian anak, sehingga suasana kelas semakin hidup (Zuhairini, dkk., 1983: 101-102). Kelebihan lain diantaranya, (1) Siswa akan terlatih untuk memahami, dan mengingat isi bahan yang akan didramakan dengan demikian, daya ingatan siswa menjadi tajam dan tahan lama, (2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif, (3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul bibit seni drama dari sekolah, (4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya, (5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya, (6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain. Sehingga dapat diperoleh beberapa manfaat yang dapat diambil dari role play antara lain, pertama, role play dapat memberikan semacam hidden practice, di mana siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role play melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, role play dapat memberikan kepada siwa kesenangan karena role play pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Bobby DePotter mengatakan masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Masnur Muslich, 2009: 247).
Sedangkan kelemahan dari metode ini antara lain, pertama, sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi kurang kreatif. Kedua, metode ini memerlukan ketekunan, kecermatan dan banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukan. Ketiga, memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi kurang bebas. Keempat, sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan sebagainya, Kelima, guru yang kurang kreatif biasanya sulit berperan menirukan sesuatu situasi/tingkah laku sosial yang berarti pula metode ini baginya sangat tidak efektif. Keenam, Ada kalanya para murid enggan memerankan suatu adegan karena merasa rendah diri atau malu. Ketujuh, apabila pelaksanaan dramatisasi gagal, maka guru tidak dapat mengambil sesuatu kesimpulan apapun yang berarti pula tujuan pengajaran tidak dapat tercapai.

Daftar Pustaka :
Zuhairini, dkk. 1983. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Rineka Cipta.
Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara
Jones, Pip. 2010. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar